Ikatan Pencak Silat Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lambang Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) adalah
organisasi nasional
Indonesia yang membawahi kegiatan
Pencak silat secara resmi, antara lain menyelenggarakan pertandingan, membakukan peraturan dan lain-lain.
Pada Munas PB IPSI di
Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, tanggal 27 Februari 2012,
Prabowo Subianto terpilih untuk ketiga kalinya sebagai Ketua Umum PB IPSI. Pada
SEA Games
2011 di Jakarta, cabang olah raga pencak silat berhasil mendapatkan
juara umum dengan menyabet 9 dari 18 nomor yang dipertandingkan. Pada
SEA Games XXVII tahun 2003, Indonesia memperoleh 4 emas, 4 perak dan 3 perunggu dari keseluruhan 55 medali yang diperebutkan.
[1]
Sejarah
Pencak Silat
sebagai bagian dari kebudayaan kerajaan kerajaan di nusantara
berkembang sejalan dengan sejarah masyarakatnya yang berbhineka tunggal
ika dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta
perkembangan zaman yang dialami oleh cikal bakal bangsa Indonesia,
pencak silat dibentuk oleh situasi kondisinya dari
Sejarah Indonesia
Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud serta corak beraneka ragam,
namun mempunyai aspek-aspek sendi pertahanan dan penyerangan sebagai
seni ilmu beladiri yang merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa melayu
yang dimiliki dari hasil budi daya turun temurun.
Ilmu beladiri ini mempunyai struktur yang sangat dirahasiakan oleh
perguruan pendirinya, kecuali perguruan yang sudah terdaftar yang
meliputi jurus dan senjata kedigdayaan yang dipatenkan bagi seluruh
anggota anggotanya.
Hanya secara turun temurun juga bersifat pribadi atau kelompok latar
belakang dan sejarah beladiri ini dituturkan, sifat-sifat ketertutupan
ini karena dibentuk sejak zaman kerajaan-kerajaan juga zaman penjajahan
pada masa lalu merupakan hambatan pengembangannya, dimana kini kita yang
menuntut keterbukaan yang lebih luas, maka ilmu silat setara dengan
ilmu beladiri lainnya, maka tidak heran pencak silat mendunia pada abad
kini.
Perkembangan pada zaman sebelum penjajahan Belanda
Indonesia mempunyai peradaban tinggi, dengan
Manusia Jawa dan
Situs Gunung Padang
sebagai rumahnya, sehingga dapat berkembang menjadi rumpun kerajaan
yang maju dan saling menindas, daerah-daerah dan pulau-pulau tersebut
dihuni berkembang menjadi masyarakat dengan tata pemerintahan
bermacam-macam pula untuk kehidupan, tata pembelaan diri pada zaman
tersebut terutama didasarkan pada kemampuan pribadi yang tinggi,
merupakan dasar dari sistem mawas diri, baik dalam menghadapi perjuangan
hidup maupun dalam pembelaan berkelompok.
Para pendekar ahli beladiri mendapat tempat yang tinggi di
masyarakat, begitu pula para empu yang membuat senjata pribadi yang
ampuh seperti keris, tombak dan senjata khusus, pasukan pembantai dan
terbantai pada zaman
Tarumanegara,
Sriwijaya sampai
Majapahit
serta kerajaan lainnya pada masa itu terdiri dari prajurit-prajurit
yang mempunyai keterampilan pembelaan diri individual yang ngeri,
kekuatan jiwa keprajuritan dan kesatriaan selalu diberikan untuk
mencapai keunggulan dalam ilmu bela diri sangat utama, untuk menjadi
prajurit atau pendekar diperlukan puasa, sabar dan tekun latihan yang
mendalam, di bawah bimbingan seorang guru.
Pada masa kepercayaan
Animisme,
Majusi,
Agama Yahudi,
Budha,
Hindu,
Kristen,
Islam
ilmu pembelaan diri diajarkan oleh penganutnya, sehingga seluruh agama
memilikinya, tapi basis-basis agama Islam lebih terkenal dengan
ketinggian karomah mukjijat
malaikat
yang mengikutinya, seperti sistem pembelaan diri yang sesuai dengan
sifat dan pembawaan turun temurun sebagai bangsa penjajah atau penyerang
yang juga sadar akan pada waktunya menjadi bangsa terjajah, atau
membela diri dari balatentara
Dajal
bersama senjata senjata pamungkas, mustika, cakra yang jika jatuh
ditangan orang yang tidak tepat, maka perang dunia ketiga akan menjadi
petaka akhir zaman.
Perkembangan Pencak Silat pada zaman penjajahan Belanda
Pemerintah
Hindia Belanda
jarang sekali memberi perhatian kepada pandangan hidup bangsa yang
diperintah, juga tidak memberi kesempatan perkembangan silat sebagai
pembelaan diri, karena dipandang berbahaya terhadap kelangsungan
penjajahannya, larangan berlatih beladiri ditiadakan, berkumpul,
berkelompok akan dicurigai, sehingga perkembangan silat pembelaan diri
sejak jaman kerajaan yang dulu berakar kuat menjadi kehilangan pijakan,
hanya dengan sembunyi-sembunyi dan oleh kelompok-kelompok kecil, silat
dipertahankan, kesempatan-kesempatan yang dijinkan hanyalah berupa
pengembangan seni saja, kesenian semata-mata digunakan di beberapa
daerah, yang menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara saja, hakekat
jiwa dan semangat pembelaan diri tidak sepenuhnya dapat berkembang,
pengaruh dari penekanan pada zaman penjajahan ini banyak mewarnai
perkembangan Pencak Silat untuk masa sesudahnya, setelah kerajaan
belanda menyerah tanpa syarat, dikarenakan dibantai oleh kerajaan Jerman
dan ditakut-takuti oleh Kerajaan Jepang.
Perkembangan Pencak Silat pada pendudukan Jepang
Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik
Belanda, terhadap Pencak Silat didorong dan dikembangkan untuk
kepentingan pasukan didikan jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat
pertahanan menghadapi sekutu, di mana-mana atas anjuran Shimitsu
diadakan pemusatan tenaga aliran Pencak Silat, di seluruh Jawa serentak
didirkan gerakan Pencak Silat yang diatur oleh Pemerintah.
Di Jakarta pada zaman jepang para pembina Pencak Silat diusulkan
menjadi suatu olahraga yang dipakai sebagai gerakan beladiri pada
tiap-tiap sekolah-sekolah, usul itu ditolak oleh Shimitsu karena
khawatir akan mendesak Taysho, sekalipun Jepang memberikan kesempatan
kepada kita untuk menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa
kita, bertujuan dipergunakan untuk semangat pasukan yang diduga akan
berkobar lagi demi kepentingan Jepang.
Namun kita akui, ada juga keuntungan yang kita peroleh dari zaman
itu, kita mulai insaf lagi akan keharusan mengembalikan ilmu Pencak
Silat pada tempat yang semula didudukinya dalam masyarakat kita.
Perkembangan Pencak Silat pada Zaman Kemerdekaan
Walaupun pada masa penjajahan Belanda Pencak Silat tidak diberikan
tempat untuk berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang
mempelajari dan mendalami melalui guru-guru Pencak Silat, atau secara
turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan
nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan
budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas Nasional, menyadari
pentingnya mengembangkan peranan pencak silat maka dirasa perlu adanya
organisasi pencak silat yang bersifat nasional, yang dapat pula mengikat
aliran-aliran pencak silat di seluruh Indonesia, maka pada tanggal 18
Mei 1948, terbentuklah Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI)
dengan susunan pengurus besar, kini IPSI tercatat sebagai organisasi
silat nasional tertua di dunia.
Bapak-bapak pendiri IPSI adalah :
- Wongsonegoro : Ketua Pusat Kebudayaan Kedu
- Soeratno Sastroamidjojo : Sekretaris Pusat Kebudayaan Kedu
- Marjoen Soedirohadiprodjo: Pencak Silat Sumatra
- Dr. Sahar : SHO
- Soeria Atmadja : Pencak Silat Jawa Barat
- Soeljohadikoesoemo : Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun
- Rachmad Soeronegoro : Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun
- Moenadji : Persaudaraan Setia Hati Terate Solo
- Roeslan : Persaudaraan Setia Hati Terate Kediri
- Roesdi Iman Soedjono : Persaudaraan Setia Hati Terate Kediri
- S. Prodjosoemitro : PORI bagian Pencak
- Moh. Djoemali : Persaudaraan Setia Hati Terate Yogyakarta
- Margono : Persaudaraan Setia Hati Terate Yogyakarta
- Soemali Prawirosoedirjo : Ketua Harian PORI
- Karnandi : Sekretaris Kementerian Pembangunan dan Pemuda
- Ali Marsaban : Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Program utama disamping mempersatukan aliran-aliran kalangan Pencak
Silat di seluruh Indonesia, IPSI mengajukan program kepada Pemerintah
untuk memasukan pelajaran Pencak Silat di sekolah-sekolah.
Usaha yang telah dirintis pada periode permulaan kepengurusan pada
tahun lima puluhan, kurang mendapat perhatian, kemudian mulai dirintis
dengan diadakannya suatu Seminar Pencak Silat oleh Pemerintah pada tahun
1973 di Tugu, Bogor, dalam seminar ini pulalah dilakukan pengukuhan
istilah bagi seni pembelaan diri bangsa Indonesia dengan nama "Pencak
Silat" yang merupakan kata majemuk, di masa lalu tidak semua daerah
menggunakan istilah Pencak Silat, beberapa daerah di jawa lazimnya
digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatera orang menyebut Silat, sedang
kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata
silat.
Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang
terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan
pertunjukan.
Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, bersumber
pada kerohanian, tenaga, suci murni, guna keselamatan diri atau
kesejahteraan bersama, menghindarkan diri manusia dari beladiri juga
bencana, dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur
olahraga, seni, bela diri dan tenaga kebatinan, definisi pencak silat
selengkapnya yang pernah dibuat PB, IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah
sebagai berikut :
Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela
atau mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya
(manunggalnya) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitarnya untuk
mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Dinamika dan Perkembangan Kepengurusan IPSI
Pasca penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia
(dulu masih bernama RIS-Republik Indonesia Serikat) tanggal 27 Desember
1949, pusat Pemerintahan Republik Indonesia berpindah tempat dari
Yogykarta kembali ke Jakarta. Sebelumnya, selama empat tahun Yogyakarta
pernah menjadi ibukota Republik Indonesia, yaitu resminya sejak 4
Januari 1946 sampai 27 Desember 1949. Perpindahan pusat pemerintahan
tersebut diikuti dengan perpindahan kantor kementerian, dan
kantor-kantor atau instansi milik pemerintah. Demikan pula pada tahun
1950 Pengurus Besar IPSI secara de facto juga berpindah tempat dari
Yogyakarta ke Jakarta, sekalipun tidak semua anggota pengurus-pengurus
Ikatan Pencak Silat Indonesia dapat ikut pindah ke Jakarta. Waktu itu
IPSI baru 2 tahun berdiri, yaitu sejak didirikan pada tanggal 18 Mei
1948 di Surakarta, oleh Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat
Indonesia, yang menetapkan Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua PB.IPSI. Saat
IPSI berdiri, Republik Indonesia sedang dalam masa perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dan memantapkan kedaulatan Republik
Indonesia, yang harus ditempuh melalui perjuangan baik secara fisik
maupun diplomasi. Kondisi ini juga mengakibatkan IPSI yang masih berusia
muda harus mengkonsentrasikan pengabdiannya kepada perjuangan
kemerdekaan, sehingga kondisi manajerial dan operasional IPSI kala itu
mau tidak mau mengalami penyusutan.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat RI kala juga sedang menghadapi
pemberontakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia ( DI/TII ) di
beberapa daerah, termasuk di Jawa dan Lampung. Untuk menambah kekuatan
dalam melawan DI/TII tersebut, Panglima Teritorium III waktu itu,
Kolonel (terakhir Letnan Jenderal) R.A. Kosasih, dibantu Kolonel Hidayat
dan Kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia),
yang kala itu didirikan untuk menggalang kekuatan jajaran Pencak Silat
dalam menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat
(termasuk Jakarta), Jawa Tengah bagian Barat termasuk D.I. Yogyakarta.
Setidaknya dalam kondisi tersebut timbulah dualisme dalam pembinaan
dan pengendalian Pencak Silat di Indonesia, yaitu Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI) dengan konsentrasi lebih banyak dalam hal pembinaan
pada aspek Olah Raga, sedangkan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)
lebih banyak membina pada aspek seni pertunjukan (ibing Pencak Silat)
dan Pencak Silat bela diri untuk melawan DI/TII. Selain dua organisasi,
IPSI dan PPSI ini, juga terdapat beberapa organisasi lain seperti
Bapensi, yang masing-masing berupaya merebut pengaruh sebagai induk
pembinaan pencak silat di Indonesia.
Sementara itu IPSI harus berjuang keras agar pencak silat dapat masuk
sebagai acara pertandingan di Pekan Olahraga Nasional. Hal serupa juga
dilakukan oleh PPSI yang setiap menjelang PON juga berusaha untuk
memasukkan pencak silatnya agar dapat ikut PON. Namun Pemerintah, yang
pada tahun 1948 juga ikut berperan mendirikan IPSI, hanya mengenal IPSI
sebagai induk organisasi pencak silat di Indonesia.
Kala itu induk organisasi olahraga yang ada adalah KOI (Komite
Olimpiade Indonesia) diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan
PORI (Persatuan Olahraga Republik Indonesia) dengan Ketua Widodo
Sosrodiningrat.Di tahun 1951, PORI melebur kedalam KOI. Tahun 1961
Pemerintah membentuk Komite Gerakan Olahraga (KOGOR) untuk mempersiapkan
pembentukan tim nasional Indonesia menghadapi Asian Games IV di
Jakarta. Kemudian di tahun 1962 Pemerintah untuk pertama kalinya
membentuk Departemen Olahraga (Depora) dan mengangkat Maladi sebagai
menteri olahraga. Selanjutnya di tahun 1964 Pemerintah membentuk Dewan
Olahraga Republik Indonesia (DORI), yang mana semua organisasi KOGOR,
KOI, top organisasi olahraga dilebur ke dalam DORI.
Pada tanggal 25 Desember 1965, IPSI ikut membentuk Sekretariat
Bersama Top-top Organisasi Cabang Olahraga, yang kemudian mengusulkan
mengganti DORI menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang
mandiri dan bebas dari pengaruh politik, yang kemudian kelak pada 31
Desember 1966 KONI dibentuk dengan Ketua Umum Sri Sultan Hamengkubuwono
IX. Maka kala itu IPSI juga ikut memegang peranan penting dalam sejarah
pembentukan KONI sehingga kelak menjadi induk organisasi olahraga di
Indonesia.
Menjelang Kongres IV IPSI tahun 1973 beberapa tokoh Pencak Silat yang
ada di Jakarta membantu PB IPSI untuk mencari calon Ketua Umum yang
baru, karena kondisi Mr. Wongsonegoro yang pada saat itu sudah tua
sekali. Salah satu nama yang berhasil diusulkan adalah Brigjen.TNI
Tjokropranolo (terakhir Letjen TNI) yang pada saat itu menjabat sebagai
Gubernur DKI Jakarta. Sekalipun kelak kemudian pada Kongres IV ini
beliau terpilih sebagai Ketua Umum PB IPSI, namun jalan bagi
Brigjen.TNI. Tjokropranolo tidaklah semudah yang dibayangkan. Masih
banyak tugas dan tanggung jawab PB IPSI yang kelak harus dihadapi dengan
serius. Disamping itu PB IPSI pun perlu merumuskan jati dirinya secara
lebih aktif, disamping merumuskan bagaimana mempertahankan eksistensi
dan historis IPSI dalam langkah pembangunan nasional.
Karena itu kemudian Brigjen.TNI. Tjokropranolo dibantu oleh beberapa
Perguruan Pencak Silat yaitu: • dari Tapak Suci Bapak Haryadi Mawardi,
dibantu Bpk. Tanamas; • dari KPS Nusantara Bp. Moch Hadimulyo dibantu
Bp. Sumarnohadi, Dr. Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo; • dari Kelatnas
Perisai Diri Bp. Arnowo Adji HK; • dari Phasadja Mataram Bp. KRT
Sutardjonegoro; • dari Perpi Harimurti Bp. Sukowinadi; • dari Perisai
Putih Bp.Maramis, Bp. Runtu, Bp. Sutedjo dan Bp. Himantoro; • dari
Putera Betawi Bp.H. Saali; • dari Persaudaraan Setia Hati Bp. Mariyun
Sudirohadiprodjo, Bp. Mashadi, Bp. Harsoyo dan Bp.H.M. Zain; • dari
Persaudaraan Setia Hati Terate Bp. Januarno, Bp. Imam Suyitno dan Bp. Laksma Pamudji.
Salah satu tantangan yang cukup berarti saat itu adalah belum
berintegrasinya PPSI ke dalam IPSI. Kemudian atas jasa Bapak
Tjokropranolo berhasil diadakan pendekatan kepada 3 (tiga) pimpinan PPSI
yang kebetulan satu corps yaitu Corps Polisi Militer. Sejak itu PPSI
setuju berintegrasi dengan IPSI, kemudian Sekretariat PB IPSI di Stadion
Utama dijadikan juga sebagai Sekretariat PPSI. Pada Kongres IV IPSI
itulah kelak kemudian, H. Suhari Sapari, Ketua Harian PPSI datang ke
Kongres dan menyatakan bahwa PPSI bergabung ke IPSI.
Kongres IV IPSI tahun 1973 menetapkan Bp. Tjokropranolo sebagai Ketua
PB. IPSI menggantikan Mr. Wongsonegoro. Mr. Wongsonegoro telah berjasa
mengantarkan IPSI dari era perjuangan kemerdekaan menuju era yang baru,
era mengisi kemerdekaan. Saat inilah seolah IPSI berdiri kembali dan
lebih berkonsentrasi pada pengabdiannya, setelah sebelumnya melalui
masa-masa perang fisik dan diplomasi yang dialami seluruh bangsa
Indonesia. Di bawah kepemimpinan Bapak Tjokropranolo ini IPSI semakin
mantap berdiri dengan tantangan-tantangan yang baru sesuai perkembangan
zaman. Pada Kongres IV IPSI itu pun sepuluh perguruan yang menjadi
pemersatu dan pendukung tetap berdirinya IPSI diterima langsung sebagai
anggota IPSI Pusat, dan kemudian memantapkan manajemen, memperkuat
rentang kendali PB IPSI sampai ke daerah-daerah, dan mempersatukan
masyarakat pencak silat dalam satu induk organisasi. Untuk selajutnya
Bapak Tjokropranolo menegaskan bahwa 10 (sepuluh) Perguruan Silat
tersebutlah yang telah berhasil bukan sekedar menyusun bahkan juga
melaksanakan program-program IPSI secara konsisten dan berkesinambungan.
Maka selanjutnya yang dimaksud dengan sepuluh perguruan tersebut
adalah: 1. Tapak Suci, 2. KPS Nusantara, 3. Kelatnas Perisai Diri, 4.
Phasadja Mataram, 5. Perpi Harimurti, 6. Perisai Putih, 7. Putera
Betawi, 8. Persaudaraan Setia Hati, 9.
Persaudaraan Setia Hati Terate, 10. Persatuan Pencak Seluruh Indonesia (PPSI).
Pada waktu kepemimpinan Bapak. H. Eddie M. Nalapraya nama kelompok 10
(sepuluh) Perguruan Silat anggota IPSI Pusat tersebut diubah menjadi 10
(sepuluh) Perguruan Historis, setelah sebelumnya sempat istilahnya
disebut sebagai Top Organisasi, atau Perguruan Induk kemudian menjadi
Perguruan Anggota Khusus karena keanggotannya di IPSI Pusat menjadi
anggota khusus. Di dalam setiap Munas IPSI maka Perguruan Historis ini
selalu menjadi peserta dan memiliki hak suara di dalam Munas.
[2]
Aspek dalam pencak silat
Pencak Silat sebagai ajaran kerohanian
Umumnya Pencak Silat mengajarkan pengenalan diri pribadi sebagai
insan atau mahluk hidup yang pecaya adanya kekuasaan yang lebih tinggi
yaitu Tuhan Yang Maha Esa, biasanya, pencak silat sebagai ajaran
kerohanian/kebatinan diberikan kepada siswa yang telah lanjut dalam
menuntut ilmu Pencak Silatnya, sasarannya adalah untuk meningkatkan budi
pekerti atau keluhuran budi siswa untuk meyakini kekuasaan zat
pencipta, sehingga pada akhirnya Pencak Silat mempunyai tujuan untuk
mewujudkan keselarasan, keseimbangan, keserasian alam sekitar untuk
meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, guna mengisi
pembangunan jangka panjang dalam mewujudkan manusia bermartabat,
melindungi yang lemah dan membantu kebenaran seutuhnya.
Pencak Silat sebagai seni
Ciri khusus pada Pencak Silat adalah bagian kesenian yang di
daerah-daerah tertentu terdapat tabuh iringan musik yang khas. Pada
jalur kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan
suatu pendalaman khusus (skill). Pencak Silat sebagai seni harus
menuruti ketentuan-ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian
antara wirama, wirasa dan wiraga.
Di beberapa daerah di Indonesia Pencak Silat ditampilkan hampir
semata-mata sebagai seni tari, yang sama sekali tidak mirip sebagai
olahraga maupun bela diri. Misalnya tari serampang dua belas di Sumatera
Utara, tari randai di Sumatera Barat dan tari Ketuk Tilu di Jawa Barat.
Para penari tersebut dapat memperagakan tari itu sebagai gerak bela
diri yang efektif dan efisien untuk menjamin keamanan pribadi.dari ujang
solok
Pencak Silat sebagai olahraga umum
Walaupun unsur-unsur serta aspek-aspeknya yang terdapat dalam Pencak
Silat tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi pembinaan pada jalur-jalur
masing-masing dapat dilakukan. Di tinjau dari segi olahraga kiranya
Pencak Silat mempunyai unsur yang dalam batasan tertentu sesuai dengan
tujuan gerak dan usaha dapat memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Gerakan
Pencak Silat dapat dilakukan oleh laki-laki atau wanita, anak-anak
maupun orang tua/dewasa, secara perorangan/kelompok.
Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat
pada Pencak Silat sebagai olahraga umum dibagi dalam intensitasnya
menjadi :
- Olahraga rekreasi
- Olahraga prestasi
- Olahraga massal
Pada seminar Pencak Silat di Tugu, Bogor tahun 1973, Pemerintah
bersama para pembina olahraga dan Pencak Silat telah membahas dan
menyimpulkan makalah-makalah :
- Penetapan istilah yang dipergunakan untuk Pencak Silat
- Pemasukan Pencak Silat sebagai kurikulum pada lembaga-lembaga pendidikan
- Metode mengajar Pencak Silat di sekolah
- Pengadaan tenaga pembina/guru Pencak Silat untuk sekolah-sekolah
- Pembinaan organisasi guru-guru Pencak Silat dan kegiatan Pencak Silat di lingkungan sekolah
- Menanamkan dan menggalang kegemaran serta memassalkan Pencak Silat di kalangan pelajar/mahasiswa.
Sebagai tindak lanjut dari pemikiran-pemikiran tersebut dan atas
anjuran Presiden Soeharto, program olahraga massal yang bersifat
penyegaran jasmani digarap terlebih dahulu, yang telah menghasilkan
program Senam Pagi Indonesia (SPI).
Pencak Silat sebagai olahraga prestasi (olahraga pertandingan)
Pertandingan pencak silat juga diadakan dan diikuti oleh beberapa
negara di luar asia, seperti Luxemburg, Perancis, Inggris, Denmark,
Jerman Barat, Suriname, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru.
Program pembinaan Pencak Silat
Pencak Silat sebagai budaya Nasional bangsa Indonesia mempunyai
banyak ragam khas maisng-masing daerah, jumlah perguruan/aliran di
segenap penjuru tanah air ini diperkirakan sebanyak 820 perguruan/aliran
dan di dunia belum terhitung sampai saat ini.
Oleh karena itu dirasakan perlu adanya pembinaan yang sistimatis
untuk melestarikan warisan nenek moyang kita, terlebih-lebih setelah
Kungfu masuk IPSI, atas anjuran pemerintah berdasarkan pertimbangan
lebih baik kungfu berada di dalam IPSI sehingga lebih mudah dalam
mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadapnya, sekaligus
menasionalisasikan.
Standarisasi yang telah dirintis pembuatannya, hanyalah untuk jurus
dasar bagi keperluan khusus olahraga dan bela diri, sedangkan
pengembangannya telah diserahkan kepada setiap perguruan yang ada,
sistem pembinaan yang dipakai oleh IPSI ialah setiap aspek yang ada
dijadikan jalur pembinaan, sehingga jalur pembinaan Pencak Silat
meliputi: jalur pembinaan seni, olahraga, beladiri, tenaga dalam dan
kebatinan, juga dengan saringan dan mesin sosial budaya, yaitu
Pancasila